Bawen, Semarang | 19 Juni 2025 — Ironis dan mencoreng wibawa hukum. Itulah gambaran yang layak disematkan pada kondisi di wilayah Berokan, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang—atau yang akrab disebut “Gembol”. Alih-alih menjadi kawasan tenang, Gembol justru dikenal sebagai sarang perjudian yang beroperasi terang-terangan, seolah kebal dari sentuhan hukum.
Investigasi tim redaksi mengungkapkan adanya praktik perjudian jenis dadu kopyok, dingdong, dan berbagai permainan adu nasib lainnya yang berlangsung nyaris setiap hari. Omzetnya? Diduga mencapai puluhan juta rupiah per malam.
Yang lebih mengejutkan, aktivitas ilegal ini diduga mendapat “perlindungan” dari oknum berseragam. Seorang anggota TNI berinisial LKN dan warga sipil berinisial R disebut sebagai beking utama. Informasi dari warga menyebut, kehadiran keduanya membuat aparat lainnya enggan bertindak, bahkan memilih bungkam.
> “Semua orang di sini tahu siapa yang bekingi. Sudah lama jalan dan tidak pernah tersentuh. Kalau tidak kuat-kuat, mana mungkin bisa seberani ini,” ujar salah seorang warga yang minta identitasnya dirahasiakan.
Padahal, praktik ini jelas melanggar Pasal 303 KUHP, dengan ancaman pidana penjara hingga 10 tahun dan denda besar. Namun, hukum seolah kehilangan taring di wilayah ini.
Mirisnya, lokasi perjudian hanya berjarak beberapa ratus meter dari permukiman padat penduduk. Anak-anak dan remaja nyaris tiap hari melintasi arena haram tersebut, menjadikannya sebagai tontonan biasa. Ini bukan sekadar persoalan hukum, tetapi juga pembiaran atas rusaknya moral generasi muda.
Masyarakat pun bertanya:
Di mana aparat penegak hukum? Mengapa diam? Apakah hukum hanya berlaku untuk rakyat kecil, sementara yang punya “kuasa” bebas mencabik aturan negara?
Kami menyerukan kepada Panglima TNI, Kapolri, dan seluruh aparat penegak hukum untuk segera turun tangan. Tindak tegas oknum yang mencoreng institusi dan mencabik rasa keadilan rakyat.
Ini bukan sekadar soal perjudian.
Ini soal harga diri hukum di Republik Indonesia.
(Tim & Red)